STUDI KRITIS TENTANG WANITA
Studi Kritis Paham Kesetaraan Gender Oleh : @DrAlqadi Syaikh Dr. Ahmad Al Qadhi
Penjelasan
tentang hakikat wanita dalam Al Qur’an dan As Sunnah amatlah lengkap,
memuaskan, sesuai dengan akal, fitrah manusia, dan realita atau kondisi
masa kini. Sehingga tidak boleh menafsirkannya dengan tafsiran yang
“dipaksakan”, dengan alasan pribadi maupun alasan tuntutan peradaban dan
zaman.
“Wanita adalah bagian dari pria.” (HR. Ahmad, Abu
Daud dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Allah ciptakan Adam, dan Allah ciptakan pula baginya pasangan untuk
menentramkannya, dan menjadikan bagi keduanya mawaddah dan rahmah.
Sehingga keduanya pada asalnya sama, namun berbeda dalam beberapa sifat.
”Dan laki-laki tidaklah sama seperti perempuan” (QS. Ali Imran :
36). Ayat ini menjelaskan adanya perbedaan, baik secara parsial maupun
universal, antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini tidak bisa lagi
dipungkiri, oleh karena itu definisi adil dalam kasus ini adalah,
memperlakukan keduanya secara berbeda dalam masalah hukum, dan membagi
tugas masing-masing pihak. Lawannya yaitu zhalim, ialah menyamakan
antara laki-laki dan perempuan, secara mutlak.
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal-amal shalih, baik laki-laki maupun wanita sedang
ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka
tidak dianiaya walau sedikit pun.” (An-Nisa’: 124). Allah menyamakan
bagi keduanya dalam masalah amal, begitu pula dalam masalah pahala, dan
inilah keadilan itu.
“Berilah nasihat kepada wanita
(isteri) dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya wanita itu
diciptakan dari tulang rusuk laki-laki yang bengkok” (Muttafaq ‘alaih),
inilah khabar Nabawi yang pasti benarnya, menunjukkan adanya “struktur
alami yang bengkok”. Maka itulah wanita, laki-laki perlu lebih
memperhatikannya, bukan malah memanfaatkan kelemahan tersebut untuk
melecehkan dan menghinakannya.
Hadits, “Wanita itu kurang
akalnya”, merupakan khabar Nabawi yang ditafsirkan melalui sabda beliau
di hadits yang lain, “Maka persaksian dua wanita sebanding dengan
persaksian satu laki-laki” (HR Muslim) merupakan isyarat bahwa laki-laki
lebih kuat ingatannya, lebih sedikit terpengaruh oleh perasaan, dan
tidak mudah menuduh dan bimbang (lebih tegas).
Sementara
hadits, “Wanita itu kurang agamanya”, merupakan khabar Nabawi yang pasti
pula benarnya, dan ditafsirkan lewat sabda beliau, “Bukankah bila si
wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa?” (Muttafaqun ‘alaih).
Maka ini adalah kekurangan secara kodrat, yang wanita tidaklah
disalahkan karenanya, dan juga agamanya tidak berkurang karenanya (tidak
berdosa -pent).
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi
kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (QS. An Nisaa :
34). Ayat ini merupakan tasyrif (pemuliaan, yaitu dalam soal
kepemimpinan kaum lelaki) sekaligus taklif (pembebanan, yaitu dalam soal
kewajiban menafkahi) bagi kaum laki-laki, dan tidak boleh memisahkan
antara keduanya! (antara tasyrif dan taklif -pent)
“Dan
bergaullah dengan mereka secara baik” (QS. An Nisa’: 19) “Dan kewajiban
ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik”
(QS. Al Baqarah : 233) Pada akhirnya, pengutamaan laki-laki bertambah
dengan adanya kewajiban, tanggung jawab, dan keharusan memberi nafkah
bagi perempuan.
“Maka wanita yang shalihah adalah wanita
yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada
(bepergian)” (QS. An-Nisa’: 34). Inilah sifat wanita mu’minah yang
diridhai dengan adanya tugas mulia dari Ar Rahman, berbeda halnya dengan
apa yang dihembuskan oleh da’i-da’i penebar kerusakan di muka bumi,
yang menyerukan emansipasi wanita!
http://twitulama.tumblr.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar