Imam Madzhab dan Qoul Madzhab
Madzhab
Syafi’i –madzhab yang ketiga diantara madzhab-madzhab Ahli al-Sunnah
yang tumbuh dan terkenal - sejak awalnya berkembang dalam sebuah
perjalanan panjang yang berbeda dengan madzhab-madzhab yang lain.
Dalam kenyataannya, sejarah mencatat bahwa madzhab Syafi’i berkembang
dalam beberapa phase :Phase pertama : Masa-masa dasar .Phase kedua :
Masa-masa perpindahan (pancaroba).Phase ketiga : Masa-masa pemurnian
.Phase keempat : Masa-masa akhir/ketetapan .
Pada abad pertama
dan kedua hijriyah adalah masa lahir dan tumbuhnya madzhab-madzhab
Fiqh.Mazhab Hanafi adalah madzhab yang pertama lahir, diikuti madzhab
Maliki, kemudian disusul madzhab Syafi’i yang pelopori oleh Imam
al-Syafi’i.
Madzhab Syafi’i –madzhab yang ketiga diantara madzhab-madzhab Ahli al-Sunnah yang tumbuh dan terkenal.
1. Sejak awalnya berkembang dalam sebuah perjalanan panjang yang
berbeda dengan madzhab-madzhab yang lain.Dalam kenyataannya, sejarah
mencatat bahwa madzhab Syafi’i berkembang dalam beberapa phase :Phase
pertama : Masa-masa dasar .Phase kedua : Masa-masa perpindahan
(pancaroba).Phase ketiga : Masa-masa pemurnian .Phase keempat :
Masa-masa akhir/ketetapan .
I- PHASE DASAR :Pada abad pertama
dan kedua hijriyah adalah masa lahir dan tumbuhnya madzhab-madzhab
Fiqh.Mazhab Hanafi adalah madzhab yang pertama lahir, diikuti madzhab
Maliki, kemudian disusul madzhab Syafi’i yang diotaki oleh Imam
al-Syafi’i.
Dan kehadiran serta pemikiran madzhab Syafi’i tidak
bisa dilepaskan dari dua madzhab pendahulunya, sebab Imam Syafi’i
adalah murid Imam Malik, kemudian walaupun Imam Syafi’i tidak berguru
langsung pada Imam Abu Hanifah.
[Dalam kenyataannya, madzhab-madzhab
Fiqh banyak sekali jumlahnya, hanya saja yang mashur dan tumbuh sampai
saat ini ada 4 madzhab, itupun dari kelompok SUNNI]
2. Tetapi
beliau telah berhasil menyerap ilmu-ilmu madzhab Hanafi melalui “arsitek
madzhab Hanafi” yang juga murid Imam Abu Hanifah : Imam Muhammad bin
Hasan.
Dalam kenyataannya, keuletan Imam Syafi’i dalam berijtihat,
telah me lahirkan dua istilah yang terkenal dengan sebutan ‘Qoul Qodim’
dan ‘Qoul-Jadid’ ; dua istilah yang juga dua phase bagi perkembangan
madzhab Syafi’i dizaman pendirinya.Dan munculnya dua istilah tersebut,
adalah bukti bagi perkembangan ilmu Imam Syafi’i, yang sekaligus juga
merupakan bukti dari keinginan Imam Syafi’i untuk menetapkan hukum-hukum
Islam sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadits secara benar.
Adapun yang dimaksud dengan ‘Qoul-Qodim’ : adalah istilah ulama-ulama
Syafi’i bagi semua pendapat dan ijtihad Imam Syafi’i ketika beliau masih
berada di Baghdad; sedang‘Qoul-Jadid’, adalah istilah ulama Syafi’i
bagi semua pendapat dan ijtihad Imam Syafi’i ketika beliau di MesirUlama
sepakat, bahwa semua pendapat Imam Syafi’i ketika beliau masih di
Baghdad sampai menjelang keberangkatan beliau ke Mesir disebut Qoul
Qodim; sebagaimana juga ulama sepakat, bahwa semua pendapat dan
perkataan Imam Syafi’i sejak beliau memasuki dan menetap di Mesir
disebut Qoul Jadid
Imam Abu Hanifah wafat ditahun dimana Imam Syafi’I dilahirkan (tahun 150 H).
.3. Perbedaan pendapat terjadi atas perkataan dan pendapat Imam Syafi’i
sejak beliau meninggalkan Baghdad sampai menjelang masuk dan menetapnya
Imam Syafi’i di Mesir.Menurut Ibn Hajar ( 974 H), Qoul-Qodim adalah
semua pendapat dan perkataan Imam Syafi’i sebelum masuk Mesir.
Sementara itu ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa Qoul-Qodim hanya
pendapat beliau ketika beliau masih berada di Baghdad, dengan begitu
masa antara Baghdad dan Mesir termasuk Qoul-Jadid. Dan sebagian lagi
merinci, dengan mengatakan bahwa masa antara Baghdad dan Mesir yang awal
disebut juga Qoul-Qodim, dan yang kemudian dikatagorikan Qoul-Jadid.
Imam Syafi’i meninggalkan Baghdad th 198 H.
dan masuk Mesir th. 199 H
dan ada pendapat bahwa Imam Syafi’i meninggalkan Baghdad th. 199 H.
dan masuk Mesir th. 200 H.
[Al-Majmu’:1/9]
[Miftah as-Sa’adah : 2/225]
4. Dan diantara ketiga pendapat tersebut, yang pertamalah yang paling
kuat yang menjadi pilihan mayoritas Ulama Syafi’iyyah, diantaranya Imam
Romli.
[Thuhfah : 1/554]
[Mughnil Muhtaj: 1/12 ]
[Hasyisah Syarqowi : 1/54]
.5. Adapun perowi Qoul-Qodim adalah.
Ahmad bin Hambal ( 241 H).
Al-Za’faroni ( Hasan bin Muhammad : 260 H)
Al-Karobisyi ( 245 H./248H.)
Abu Tsur (Ibrahim bin Kholid : 240 H).
Sedangkan perowi Qoul-Jadid.
Al-Buwaithi (231 H).
Al-Muzani (264 H).
Robi’ Al-Murodi (270 H).
Robi’ Al-Jizi (256 H).
Yunus bin Abd. A’la (264 H).
Abdullah bin Zubair Al-Makki (219 H)
Muhammad bin Abdullah bin Abd Hakam
dan Harmalah (243 H).
Tiga yang terdahulu adalah yang paling banyak andilnya dalam penyebaran
dan pengembangan madzhab Syafi’i, dan diantara ketiganya, Robi’
Al-Muradi lah yang paling banyak meriwayatkan perkataan Imam Syafi’i,
dan itu diakui sendiri oleh Imam Syafi’i dalam sabdanya: “Robi’ adalah
perowi saya.
[Nihayah : 1/50]
6. KEDUDUKAN QOUL-QODIM DAN QOUL-JADID DALAM MADZHAB.
Secara umum bisa di katakan bahwa yang dianggap pendapat Madzhab adalah
‘Qoul-Jadid’ seperti yang di katakan Imam Syafi’i : “tidak dibenarkan
menganggap Qoul Qodim sebagai pendapat madzhab
[Thobaqot Fuqoha’ al-Syirozi : 97-98]
[ Hasyiyah Syarwani ‘ala Al-Thuhfah 1/54]
[AlMajmu 1/68]
[Mugnil Muhtaj 1/12]
7. Dan ini sesuai dengan Qoidah Usuliyah : Jika seorang mujtahid
berpendapat, kemudian setelah itu dia berpendapat lain, maka yang kedua
dianggap Ruju’/ralat bagi yang pertama.Tetapi Ulama Syafi’iyah merinci
lebih jelas lagi :1. Qoul-Jadid yang harus di pakai, sedang Qoul-Qodim
harus ditinggalkan, kecuali beberapa masalah yang berkisar antara 14
sampai dengan 30 masalah.
[Al-Madzhab Inda Syafi’iyah, 29]
8. 2. Qoul-Jadid tidak bisa dianggap pendapat madzhab kecuali dengan
jelas Imam Syafi’i mengatakan bahwa dia sudah meralat Qoul-Qodim. Sedang
bilamana tidak ada penjelasan dari Imam Syafi’i, maka dianggap ada 2
pendapat dalam madzhab.
3. Qoul Jadid secara mutlak dianggap sebagai
pendapat madzhab. Dan pendapat ketiga inilah yang lebih medekati
kebenaran, mengingat ulama Syafi’iyyah.
Setelah meneliti dengan
seksama, menyimpulkan bahwa masalah-masalah yang tersebut dalam
qoul-qodim ternyata semuanya tersebut dalam qoul-jadid.
[Al-Majmu’ 1/66; Al-Tuhfah 1/54]
[An-Nihayah 1/50]
9. kalaupun ada ulama Syafi’iyyah yang memakai dan berfatwa dengan qoul
qodim, pada hakikatnya beliau berijtihad dan ternyata sesuai dengan
qoul qodim, seperti yang disampaikan Imam Nawawi( 676 H).
[Al-Majmu’ 1/66; Hasyiyah Syarwani 1/54]
10. Sedangkan pendapat yang kedua, ditolak oleh mayoritas ulama,
sebagaimana dikatakan Abu Ishaq Al-Syiroozi ( 476 H) dan Imam Nawawi :
“Pendapat ini jelas salah, sebab antara Qoul Qodim dan Qoul Jadid
seperti dua nash yang bertentangan, apabila tidak mungkin dipadukan,
maka yang terakhir yang harus dipakai sedang yang pertama di buang
[Al-Majmu’ 1/66.]
11. Sementara itu ada yang membandingkan dengan madzhab Hanafi, yang
bertentangan dengan madzhab Hanafi adalah dianggap sebagai pendapat
madzhab bukan yang sejalan, sebab tidak mungkin Imam Syafi’i berbeda
pendapat kecuali ada dalil yang lebih kuat, dan itu adalah pilihan
Syaikh Abu Hamid Al-Ashfarooiniy ; tapi menurut Al-Qoffal Al-Syasyi (
365 H ) justru sebaliknya.
[Nuzhah Musytaq Syarh A-Lumma’ 817]
[Al-Majmu’ 1/67].
12. II- PHASE PERPINDAHAN / PANCAROBA.Imam Syafi’i wafat tahun 204 H.
dengan meninggalkan pemikiran yang tetap selalu dijadikan rujukan bagi
generasi selanjutnya, dan dari tangan beliau lahir tokoh-tokoh terkenal
yang melanjutkan pemikiran beliau dibawah komando Al-Buwaithi, dan
beliau inilah ‘pewaris tahta’ madzhab syafi’i sebagaimana di sampaikan
oleh Imam Syafi’i : “Tak seorangpun yang berhak menempati kedudukan saya
selain Yusuf bin Yahya (yakni Al-Buwaithi), dan tak seorangpun dari
murid-murid saya yang lebih alim darinya.
[Al-Majmu’ 1/68-69]
13. Dari murid-murid Imam Syafi’i –terutama 6 perowi- pemikiran Syafi’i
di lanjutkan dan dikembangkan, dan pada kenyataannya murid-murid Imam
Syafi’i tersebut bukan saja sekedar menyampaikan dan mengajarkan
pendapat Imam Syafi’i pada generasi penerusnya, tapi kadang-kadang
mereka juga berijtihad sendiri, dan kadang-kadang ijtihad mereka
berlawanan/berbeda dengan apa yang ditetapkan oleh Imam Syafi’i.
[Thobaqot Fuqoha’ (Asy-Syirozi) : 98.]
14. Seperti Al-Muzani, Abu Tsur - juga generasi penerusnya (seperti ibn
Mundzir (319 H) - tetap bermadzhab Syafi’i, sementara itu di sebagian
masalah berijtihad sendiri yang berbeda dengan pendapat Imam Syafi’i,
atau sesuai dengan Qoul-Qodim.
[ Ahmad bik Al-Husaini, Daf’ul kholayat, 4.]
15 Karenanya Imam Al-Haromain (478 H) menjelaskan : “Apabila Muzani
menyendiri (berpendapat yang berbeda dengan Imam Syafi’i ), maka beliau
adalah bermadzhab sendiri, dan jika pendapatnya sesuai dengan Imam
Syafi’i maka ijtihadnya lebih utama diikuti dari pada takhrijnya ulama
Syafi’iyyah yang lainnya.
[Al-Husaini, Thobaqot Asy-Syafi’iyyah : 21.]
16. Yang perlu dicatat, bahwasanya yang paling berjasa dalam penyebaran
madzhab Syafi’i di Baghdad adalah Al-Anmaathi - murid Robi’ dan Muzani,
perowi qoul jadid-, kemudian muridnya (Ibnu Suraij /306 H.) yang
meneruskan penyebaran madzhab Syafi’i kemana-mana.
[ Al-Majmu’ : 1/72]
17. Seperti juga Abu Zur’ah adalah orang yang paling berjasa bagi penyebaran madzhab syafi’i di Damaskus.
[Thobaqot Fuqoha’ : 109]
[Al-A’lam bit-Taubih : 190]
18. Sementara Al-Qoffaal Al-Kabiir Al-Syasyi –murid ibn Suraij- adalah
perin tis madzhab Syafi’i di balik sungai Saihun dan Jaihun
[Al-A’lam bit-Taubih :189.]
19. Sedangkan tersebarnya madzhab Syafi’i di Maroo dan Khuroosaan adalah hasil kerja ‘Abdan bin Muhammad Al-Maruzi (293 H).
Dan yang pertama kali memperkenalkan madzhab Syafi’i di Isfirooyin adalah Abu Awaanah (316 H.
salah seorang murid Robi’ dan Muzani.
Demikianlah mulai tersebarnya madzhab Syafi’i di segala penjuru dunia.
Sampai akhirnya muncullah syaikh Abu Hamid Al-Isfirooni (406 H) yang diikuti oleh sejumlah ulama.
Diantaranya Al-Mawardi (450 H).
Qodli Abu Thoyyib Al-Thobary (450 H).
Qodli Abu Ali Al-Bandaniijy( 425 H).
Al-Mahaamily (424 H) dan lain-lain yang membukukan masalah Furu’iyah dalam madzhab Syafi’i.
Dan kelompok ini disebut kelompok Al-Iroqiyin, kelompok inilah
satu-satunya yang menjadi panutan bagi pendapat madzhab Syafi’i,
sementara itu dibagian bumi yang lain muncullah Al-Qoffal Al-Shoghir
Al-Maruzi (417H) yang diikuti oleh sejumlah ulama, diantaranya Abu
Muhammad Al-Juwaini (430 H), Al-Furooti (461 H), Al-Qodhi Husain (462
H), Abu Ali Al-Sinji (427 H), Al-Mas’udy, Muhammad ibn Abdul-Malik (423
H) dan lain-lain yang juga membukukan Fiqh Syafi’i, dan kelompok ini
disebut kelompok Al-Khurosaaniyyin, yang dikenal juga dengan sebutan
kelompok Al-Maroowiz.
Sampai di sini, semua ilmu madzhab Syafi’i
bersumber dari dua kelompok ini, dan apabila dua kelompok ini
sepakat/ittifaq maka itulah madzhab Syafi’i yang paling mu’tamad.
[Al-A’lam bit-Taubih :189]
20. Adapun kelebihan dan keistimewaan dua kelompok tersebut adalah
sebagaimana yang digambarkan oleh imam Nawawi : “Ketahuilah bahwasanya
riwayat kelompok Iroqiyyin secara umum lebih tepat, lebih akurat dan
lebih bisa dipertanggung-jawabkan dalam menukil nash-nashnya Imam
Syafi’i dan qoidah-qoidah madzhabnya di banding dengan riwayat kelompok
Al-Khuroosaaniyin; sedang kelompok Al-Khurosaniyyin secara umum lebih
baik dalam segi penjabaran, penganalisaan dan runtutannya.
[Daf’u Al-Khoyaalaat : 5]
21. Kemudian lahirlah sejumlah ulama yang tidak terikat pada ketentuan dua kelompok tersebut.
Seperti Al-Rowiyaani (502 H) pengarang Al-Bahru.
Al-Syaasyi (505 H) pengarang Al-Hilyah.
Ibn Al-Shobbagh (477 H) yang asalnya adalah kelompok Iroqiyyin.
Dan Al-Mutawally (448 H) pengarang Al-Tatimmah. Imam Al-Haromain Al-
Ghozali (505H) dan lain-lain dari kelompok Al-Khurosaaniyyun yang keluar
dari ketentuan dua kelompok tersebut diatas.
[Al-Majmu’ : 1/69]
22. Kemudian muncul generasi berikutnya yang mencoba mempersatukan dua
kelompok diatas –Al-Iroqiyun dan Al-Khurosaaniyun- yang di motori oleh
dua ulama terkenal:
Al-Rofi’i (623 H) dan An-Nawawi (676 H), yang
sangat besar andilnya bagi penjernihan madzhab Syafi’i dan
qoidah-qoidahnya.Dengan munculnya dua ulama tersebut, perkembangan
madzhab Syafi’i memasuki babak baru, “Phase Pemurnian Madzhab”.
[Thobaqot Al-Syafi’iyah : 142-143]
(sumber :http://www.facebook.com )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar